Pagi
ini aku melihat dia tidur dengan nyenyaknya. Menatap wajahnya yang polos
seperti itu semakin membuatku merasa bersalah karena selalu memarahinya hampir
tiap hari. Sesekali aku melihat kilau pantulan cahaya pagi di wajahnya, ya
Allah dialah suamiku yang akan membimbingku ke jalan menuju surga_Mu.
Sosok Laki-laki yang kucintai, yang tak pernah sedikitpun mengeluh memenuhi semua permintaanku, dia selalu menegurku saat aku salah. Memang masa lalunya begitu suram, gelap. Namun yang penting adalah siapa dia sekarang. Bukan seperti apa dia dulunya. Dia tidur sambil memegang tanganku, kukecup pipinya meski dia tidak menyadari. Mungkin karena aku tipe orang yang selalu gengsi dengan kata sayang, saat di depannya aku selalu masa bodoh dan tidak pernah mengatakan sayang apalagi memberinya kecupan. Tapi saat dia tertidur lelap, diam-diam aku selalu membelai wajah dan rambutnya serta sesekali menciumnya. Aku tidak akan pernah lelah melayaninya tiap hari, apalagi tidak akan pernah bosan menanggapi tiap sikapnya. Meskipun dia cerewet, suka ngomel-ngomel bila ada suatu hal yang menurut dia tidak perfect di matanya, tapi aku pikir semua itu demi kebaikan. Kadang juga rasanya aku emosi, saat memasak lalu tiba-tiba dia datang protes ini itu, tapi naluri sabarku selalu menyertai. Kami berdua memang belum memiliki belahan jiwa, mungkin anugerah terindah Tuhan itu masih ada di surga. Terkadang juga rasanya rumah kami hampa. Saat melihat dia terdiam, dalam rumah kami yang sederhana nan sepi, aku berusaha menghiburnya. Mungkin dia sudah lama menanti tangisan bayi mewarnai rumah kami tapi dia tidak ingin melihat saya sedih. Namun aku sering melihat rona kerinduan itu jelas di matanya. Saat melihat anak tetangga bermain di taman, atau saat bertemu kerabat yang sudah menggendong bayinya ke sana kemari. Terkadang juga aku tidak mengerti dengan kesibukan yang dia jalani tiap hari. Aku sadar kalau diriku sering marah saat telepon dan smsku tidak dia tanggapi. Anehnya, dia tidak pernah balik marah mungkin dia mengerti kalau di rumah aku sangat kesepian. Pernah suatu hari rasanya kangen banget sama dia, padahal dia lagi di kantor. Saya hubungi nomornya tidak pernah di jawab, smspun tidak dibalas. Dengan lancang aku ketik sms “gak usah balik ke rumah lagi kalo udah gak peduli sama aku”. Beberapa jam kemudian dia nelpon tapi tidak pernah aku jawab. Dalam hati saya berkata “biarin, biar tau rasa bagaimana rasanya di cuekin”. Tidak lama kemudian suara motornya kedengaran, wah dia sudah pulang. Tiba-tiba rasa takut menghantuiku, aku takut dia marah lalu mengambil semua barang-barangnya dan pergi dari rumah seperti di film-film. Tapi apa yang ada dalam pikiranku salah. Dia datang seperti biasa dengan senyuman di wajahnya dan minta disiapkan makanan. Aku yang jadi salah tingkah buru-buru masuk ke dapur. Ternyata dia mengikutiku. Sambil memelukku dari belakang, dia mencium pipiku dan barkata “sayang jangan suka marah-marah, kalo teleponnya gak saya angkat itu artinya aku sibuk”. Aku berbalik dan memeluknya sambil minta maaf. Betapa berdosanya diriku pada seorang suami yang bekerja keras untuk hidup kami.
Sosok Laki-laki yang kucintai, yang tak pernah sedikitpun mengeluh memenuhi semua permintaanku, dia selalu menegurku saat aku salah. Memang masa lalunya begitu suram, gelap. Namun yang penting adalah siapa dia sekarang. Bukan seperti apa dia dulunya. Dia tidur sambil memegang tanganku, kukecup pipinya meski dia tidak menyadari. Mungkin karena aku tipe orang yang selalu gengsi dengan kata sayang, saat di depannya aku selalu masa bodoh dan tidak pernah mengatakan sayang apalagi memberinya kecupan. Tapi saat dia tertidur lelap, diam-diam aku selalu membelai wajah dan rambutnya serta sesekali menciumnya. Aku tidak akan pernah lelah melayaninya tiap hari, apalagi tidak akan pernah bosan menanggapi tiap sikapnya. Meskipun dia cerewet, suka ngomel-ngomel bila ada suatu hal yang menurut dia tidak perfect di matanya, tapi aku pikir semua itu demi kebaikan. Kadang juga rasanya aku emosi, saat memasak lalu tiba-tiba dia datang protes ini itu, tapi naluri sabarku selalu menyertai. Kami berdua memang belum memiliki belahan jiwa, mungkin anugerah terindah Tuhan itu masih ada di surga. Terkadang juga rasanya rumah kami hampa. Saat melihat dia terdiam, dalam rumah kami yang sederhana nan sepi, aku berusaha menghiburnya. Mungkin dia sudah lama menanti tangisan bayi mewarnai rumah kami tapi dia tidak ingin melihat saya sedih. Namun aku sering melihat rona kerinduan itu jelas di matanya. Saat melihat anak tetangga bermain di taman, atau saat bertemu kerabat yang sudah menggendong bayinya ke sana kemari. Terkadang juga aku tidak mengerti dengan kesibukan yang dia jalani tiap hari. Aku sadar kalau diriku sering marah saat telepon dan smsku tidak dia tanggapi. Anehnya, dia tidak pernah balik marah mungkin dia mengerti kalau di rumah aku sangat kesepian. Pernah suatu hari rasanya kangen banget sama dia, padahal dia lagi di kantor. Saya hubungi nomornya tidak pernah di jawab, smspun tidak dibalas. Dengan lancang aku ketik sms “gak usah balik ke rumah lagi kalo udah gak peduli sama aku”. Beberapa jam kemudian dia nelpon tapi tidak pernah aku jawab. Dalam hati saya berkata “biarin, biar tau rasa bagaimana rasanya di cuekin”. Tidak lama kemudian suara motornya kedengaran, wah dia sudah pulang. Tiba-tiba rasa takut menghantuiku, aku takut dia marah lalu mengambil semua barang-barangnya dan pergi dari rumah seperti di film-film. Tapi apa yang ada dalam pikiranku salah. Dia datang seperti biasa dengan senyuman di wajahnya dan minta disiapkan makanan. Aku yang jadi salah tingkah buru-buru masuk ke dapur. Ternyata dia mengikutiku. Sambil memelukku dari belakang, dia mencium pipiku dan barkata “sayang jangan suka marah-marah, kalo teleponnya gak saya angkat itu artinya aku sibuk”. Aku berbalik dan memeluknya sambil minta maaf. Betapa berdosanya diriku pada seorang suami yang bekerja keras untuk hidup kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar