Senin, 26 Agustus 2013

TIRAI KEGELAPAN

Seluruh tubuhku merasa menggigil, tanganku  gemetar dan jari-jariku terasa kaku untuk menekan tiap tombol di keyboard ini. Dimana harus kumulai kisah ini? Ah, aku bagai tenggelam dalam tumpukan es batu, bahkan untuk mengatakan “A” bibirku tak mampu lagi
untuk aku gerakkan. Mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa harus aku? Pertanyaan ini keluar dari benakku sejak dua tahun lalu namun tak pernah ada jawaban. Akupun tidak tau siapa yang akan menjawabnya.
Baiklah ceritanya saya mulai ***************
Saat itu saya datang kepagian di kantor. Melihat yang datang baru dua orang cleaning service dan seorang security, saya berpikir lebih baik membuka facebook. Gak lama setelah aku ON tiba-tiba ada yang chat, nama fbnya gini Ekha pengen ********, sorry yah gue sensor, isi chatnya gini
“kamu pacaran sama ****?”
Saya jawab “iya” dan tak lupa buntutnya “ini siapa?”
Eh dia malah ngakunya temannya pacar aku, tapi gila pertanyaannya banyak banget kayak agen FBI yang sedang melakukan penyelidikan. Hingga akhirnya aku curiga.
Kemudian aku tanya ke pacar aku, katanya dia sepupunya cewek gila yang selalu gangguin hubungan kami. Yah saya percaya saja, saya kan the stupid girl.
Hari-hari tlah berlalu, hingga tiba saatnya si cewek tadi nelpon
Gila........................................................
Dia mengaku kalo jalan sama pacar aku. Dia minta maaf karena tidak bisa melepas pacar aku. Waduh, , , ,  , kambing kali’ dilepas. Gila yah tuh cewek udah tau kami pacaran malah mengaku gak bisa melepas. Psikopat Bego
Tolol
Yah trus mau bilang apalagi
Saya jadi kesal dan mengupdate status baru di bbm bilangnya slamat tinggal masa lalu
Orang-orang jadi berpikir kalo saya jomblo. Meskipun saya belum ucapkan kata putus tapi hati saya sudah mantap untuk mau berubah. Berubah lebih maju (kayak slogan caleg aja).
Yah habisnya mau ngapain lagi, apakah saya harus meratapi nasib, nangis dari malem sampe malem lagi, boros tissue gan. Move on?
Sempat kepikiran juga sih, tapi saya takut yang baru malah lebih parah. Jadi intinya hadapi nasib aja. Putus sih belum, tapi merasa sendiri mungkin itu lebih baik.’
Terkadang aku menatap seluruh barang yang ada di sekitarku, aku berpikir andai saja aku berada di antara jejeran buku yang tersusun rapi dalam rak itu, andai saja aku adalah sebuah buku yang tidap lembarannya menyimpan kata-kata yang berarti pasti aku tidak akan mengalami hal yang seperti ini.
Ya Allah aku bukan malaikat, harus bagaimana aku menghadapi semua ini, sabar? Aku sudah sabar hampir tiga tahun. Tidak mudah juga melupakannya. Seperti kata pujangga, cinta itu bikin gila. Aku akui sekarang diriku gila, betul-betul gila yang tak berujung. Dilema yang tak kunjung menemui kepastian.
Terkadang juga aku menyerah, berharap sekarang ada teroris yang menaruh bom di sekitarku. Tapi ini hanya merugikan orang lain, mereka tidak bersalah, aku ralat khayalanku. Trus aku berpikir kenapa saya tidak bunuh diri saja biar semuanya berakhir, tapi malaikat datang berbisik di telinga kananku, :jangan... jika kamu melakukannya itu artinya kamu kalah, kamu harus bangkit dan tunjukkan padanya kalau kamu bisa tanpa dia bahkan mendapatkan yang jauh lebih baik darinya.” Malaikat memang selalu baik. Lantas apa yang harus aku lakukan sekarang?  Akh aku tidak tahu.

Saya heran, kenapa hal seperti ini tidak dibahas dalam undang-undang, ini kan kriminal, penganiayaan, penganiayaan hati, pemberi harapan palsu dan sebagainya, bisa kena pasal berlapis kan? Mataku mulai perih menatap layar, ya ialah menahan tangis sambil menatap layar yang berkilau sangat menyiksa. Yang harus kukatakan sekarang hanyalah kata lumrah yang sudah basi di telinga orang namun sangat berarti untukku “TERIMA KASIH ATAS SAKIT YANG KAU BERIKAN”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar