Kamis, 19 September 2013

Buku cokelat Arini



siang ini dia datang dengan wajah tak seperti biasanya. Dia terlihat begitu sendu, tak sedikitpun senyum tersungging di wajahnya yang hitam manis. Balutan jilbab yang menambah eloknya rupa sang makhluk ciptaanNya yang tidak pernah lupa akan shalat lima waktu. Tiap waktu shalat tiba pasti dia selalu bisa ditemukan dalam musholah. Ya, namanya Arini nama yang begitu cocok untuk seorang wanita muslimah sepertinya. Akhirnya dia menghampiriku seolah hendak menyampaikan sesuatu.

“Linda, bisakah aku bicara denganmu sebentar saja?” kata Arini yang membuatku penasaran.
“tentu saja sista, aku selalu punya waktu buat kamu”.
Kami jalan beriringan menuju kantin, Arini diam saja sambil memeluk buku-buku yang mungkin tidak lagi dimuat oleh tasnya yang mungil. Setelah memesan minuman saya kembali menanyakan  apa yang hendak dia sampaikan padaku.
“mungkinkah seorang ahli ibadah hidup ini bagaikan neraka baginya?” tanya Arini sambil membuka percakapan.
“mengapa kamu menanyakan ini padaku, pengetahuan agamaku lebih minim dibanding kamu. Lagian di kampus ini saya hanya seorang mahasiswa Ilmu Hubunga Internasional”. Jawabanku ternyata hanya membuat Arini terdiam.
Suasana kembali menjadi sepi, sepertinya sahabatku ini sedang mengalami masalah entah di rumah atau di kampus. Pelayan datang seolah memecah kesunyian, aku mengajak Arini menikmati segelas es jeruk yang telah dipesan.
“Rasanya segar yah di siang yang panas ini” kataku bermaksud menghibur Arini yang kebanyakan diam. Dia hanya mengiyakan dan terdiam sambil mengaduk-aduk es jeruknya dengan pipet. “Rin, sebenarnya kamu punya masalah apa? Hari ini kamu aneh, ceritakan saja, saya sudah menjadi sahabatmu sejak pertama kali kita masuk kuliah”.
“mungkin aku sudah menyalahi aqidah Islam karena berpacaran dengan seorang laki-laki yang tentunya bukan muhrim” kata Arini sambil kembali menunduk dan mengaduk es jeruknya.
“Rin, pacaran itu hal yang biasa selama belum di luar batas. Atau kamu sudah melakukan sesuatu dengan pacarmu itu?” tanyaku seolah curiga.
“astagfirullah, kami belum melakukan apa-apa selain jalan dan nonton bareng di bioskop. Cuma ada suatu hal yang kusesali”
“apa itu”
“andaikata aku tidak berpacaran pasti aku tidak akan pernah mengenal yang namanya sakit hati”
“hahahaha,,, jadi karena ini, Cuma masalah ini kamu jadi lain dari biasanya. Sakit hati itu wajar, sudah lumrah buat sebagian orang yang pacaran” jawabku sambil tertawa tapi tetap saja Arini terdiam tanpa ekspresi. “ehm, trus kenapa kamu bisa sakit hati?” lanjutku.
“malam itu aku pulang habis seminar sama teman-teman remaja mesjid di kompleksku, tiba-tiba saja aku melihat cowokku memegang tangan seorang cewek yang berpakaian seksi dan skali-skali memeluknya serta mencium rambutnya” . aku melihat mata Arini mulai berkaca-kaca. Sepertinya ini serius kataku dalam hati, dan sepertinya Arini betul-betul sakit hati.
“trus apa yang kamu lakukan setelah melihatnya?”
“aku mengikuti mereka”
“apa? Kamu mengikutinya? Kamu gak lagi sakit kan malam itu? Kenapa kamu mengikutinya? Itu hanya akan menambah sakit hatimu. “
“iya dan aku menyesal melakukannya”
“trus, apa yang kamu lihat?”
“aku melihat mereka menuju sebuah wisma dan memesan kamar”. Tangis Arini mulai pecah. Aku segera meraih tisu untuknya.
“sudahlah, lupakan saja laki-laki murahan seperti dia tidak pantas mendapat wanita baik-baik sepertimu” kataku sambil menenangkan hatinya tapi dia sepertinya betul-betul sakit hati.


to be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar