siang
ini dia datang dengan wajah tak seperti biasanya. Dia terlihat begitu sendu,
tak sedikitpun senyum tersungging di wajahnya yang hitam manis. Balutan jilbab
yang menambah eloknya rupa sang makhluk ciptaanNya yang tidak pernah lupa akan
shalat lima waktu. Tiap waktu shalat tiba pasti dia selalu bisa ditemukan dalam
musholah. Ya, namanya Arini nama yang begitu cocok untuk seorang wanita
muslimah sepertinya. Akhirnya dia menghampiriku seolah hendak menyampaikan
sesuatu.
“Linda,
bisakah aku bicara denganmu sebentar saja?” kata Arini yang membuatku
penasaran.
“tentu
saja sista, aku selalu punya waktu buat kamu”.
Kami
jalan beriringan menuju kantin, Arini diam saja sambil memeluk buku-buku yang
mungkin tidak lagi dimuat oleh tasnya yang mungil. Setelah memesan minuman saya
kembali menanyakan apa yang hendak dia
sampaikan padaku.
“mungkinkah
seorang ahli ibadah hidup ini bagaikan neraka baginya?” tanya Arini sambil
membuka percakapan.
“mengapa
kamu menanyakan ini padaku, pengetahuan agamaku lebih minim dibanding kamu.
Lagian di kampus ini saya hanya seorang mahasiswa Ilmu Hubunga Internasional”.
Jawabanku ternyata hanya membuat Arini terdiam.
Suasana
kembali menjadi sepi, sepertinya sahabatku ini sedang mengalami masalah entah
di rumah atau di kampus. Pelayan datang seolah memecah kesunyian, aku mengajak
Arini menikmati segelas es jeruk yang telah dipesan.
“Rasanya
segar yah di siang yang panas ini” kataku bermaksud menghibur Arini yang
kebanyakan diam. Dia hanya mengiyakan dan terdiam sambil mengaduk-aduk es jeruknya
dengan pipet. “Rin, sebenarnya kamu punya masalah apa? Hari ini kamu aneh,
ceritakan saja, saya sudah menjadi sahabatmu sejak pertama kali kita masuk
kuliah”.
“mungkin
aku sudah menyalahi aqidah Islam karena berpacaran dengan seorang laki-laki
yang tentunya bukan muhrim” kata Arini sambil kembali menunduk dan mengaduk es
jeruknya.
“Rin,
pacaran itu hal yang biasa selama belum di luar batas. Atau kamu sudah
melakukan sesuatu dengan pacarmu itu?” tanyaku seolah curiga.
“astagfirullah,
kami belum melakukan apa-apa selain jalan dan nonton bareng di bioskop. Cuma
ada suatu hal yang kusesali”
“apa
itu”
“andaikata
aku tidak berpacaran pasti aku tidak akan pernah mengenal yang namanya sakit
hati”
“hahahaha,,,
jadi karena ini, Cuma masalah ini kamu jadi lain dari biasanya. Sakit hati itu
wajar, sudah lumrah buat sebagian orang yang pacaran” jawabku sambil tertawa
tapi tetap saja Arini terdiam tanpa ekspresi. “ehm, trus kenapa kamu bisa sakit
hati?” lanjutku.
“malam
itu aku pulang habis seminar sama teman-teman remaja mesjid di kompleksku,
tiba-tiba saja aku melihat cowokku memegang tangan seorang cewek yang
berpakaian seksi dan skali-skali memeluknya serta mencium rambutnya” . aku
melihat mata Arini mulai berkaca-kaca. Sepertinya ini serius kataku dalam hati,
dan sepertinya Arini betul-betul sakit hati.
“trus
apa yang kamu lakukan setelah melihatnya?”
“aku
mengikuti mereka”
“apa?
Kamu mengikutinya? Kamu gak lagi sakit kan malam itu? Kenapa kamu mengikutinya?
Itu hanya akan menambah sakit hatimu. “
“iya
dan aku menyesal melakukannya”
“trus,
apa yang kamu lihat?”
“aku
melihat mereka menuju sebuah wisma dan memesan kamar”. Tangis Arini mulai
pecah. Aku segera meraih tisu untuknya.
“sudahlah,
lupakan saja laki-laki murahan seperti dia tidak pantas mendapat wanita baik-baik
sepertimu” kataku sambil menenangkan hatinya tapi dia sepertinya betul-betul
sakit hati.
to be continued
to be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar