Pagi ini dengan ucapan bismillah saya mulai mengetik sebuah
artikel yang sebelumnya pernah saya katakan bahwa artikel ini merupakan salah
satu bentuk terima kasih saya terhadap guru-guru yang telah membimbing hingga
saya bisa seperti sekarang ini.
Waktu SD dulu kepala sekolah saya
pernah bilang saat upacara, katanya
sekolah itu bagaikan rumah untuk sebuah
keluarga besar dimana kepala sekolah adalah kakek atau nenek dan guru adalah
orang tua sedangkan siswa seperti kami adalah anak-anak mereka yang siap dibimbing.
Okelah, sambil mendengarkan lagu
Hollywood favoritku mari saya ajak kalian ke tahun 1998 yaitu tahun pertama
saya masuk sekolah.
Pak Hasanuddin (guru kelas 1 SD)
Beliau adalah guru yang pertama saya
kenal, ya beliau adalah pak Hasanuddin yang akrab disapa pak Hasan. Beliau
mengajarkan kami abjad dan angka. Salah satu keunikan pak Hasan adalah caranya
menyampaikan yang tidak membuat kami seakan gugup dalam kelas. Beliau
menyampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Mungkin
karena beliau paham, masih banyak anak yang menggunakan bahasa daerah di
rumanhnya. Saya teringat satu kalimat beliau saat hari pertama saya masuk
sekolah, “Erly, usiamu baru masuk lima tahun, kamu masih kecil, sekolah dulu di
TK atau pulang sama mamamu makan bacco (bakso) dan minum susu”. Semua teman di
kelas tertawa begitu juga diriku yang waktu itu masih tidak paham apa maksud
guruku. Tiap ulangan (ujian) pak Hasan selalu memberi soal yang sama setiap
tahunnya. Soal yang masih saya ingat adalah mata pelajaran PPKN. “sebelum
berangkat sekolah, seharusnya memakai baju yang….?”. dan jawabannya singkat
yaitu “sudah di setrika”. Kalau saya pikir-pikir sekarang seharusnya waktu itu
saya bisa punya banyak jawaban contohnya sudah dibeli , kan tidak mungkin kita
memakai baju yang masih tergantung di toko. Hehe, namanya juga anak kecil yang
masih polos. Sekarang pak Hasan sudah pensiun, sekali skali saya ketemu beliau
dan bercerita tentang jurusan yang saya jalani sekarang.
Pak Razak (guru kelas 2 SD cawu 1)
Beliau adalah guru sejak saya naik ke
kelas dua. Tidak jauh beda dengan pak Hasan, pak Razak menyampaikan pelajaran
juga dengan dua bahasa. Tak banyak yang bisa kuceritakan soal beliau karena
hanya satu cawu (empat bulan) menjadi wali kelas, setelah itu beliau mengajarkan
mata pelajaran agama. Beliau mengajar kami gerakan shalat. Hal lucu yang pernah
saya lakukan saat diajarkan gerakan shalat dimana setelah takbir saya melipat
tangan di dada seolah orang kedinginan, hehe semua orang tertawa melihatku.
Tapi setelah tahu gerakan shalat yang diajarkan saat itu saya rajin ke mesjid
shalat berjamaah meski hanya berbekal al fatihah dan al ikhlas. Pak razak juga
pernah mengantar saya untuk lomba cerdas cermat matematika, dengan setia beliau
menunggu saya sampai lomba selesai dan saya meraih juara tiga. Dengan semangat
beliau membawa saya kembali ke sekolah dan memberi tahu semua guru soal
prestasi yang baru saya raih. Sekarang pak Razak juga sudah pensiun dan hidup
nyaman karena semua anaknya sukses. Alhamdulillah.
Bu Nani (Guru kelas 2 SD cawu 2 dan 3)
Konon kata mama saya bu Nani adalah
teman sekelasnya, dan beliau sangat beruntung bisa jadi guru dibandingkan
teman-temannya yang lain. Bu Nani akrab memanggil saya dengan sebutan Lini
bukan Erly. Bu Nani mengajar dengan menggunakan bahasa Indonesia full, beda
dengan pak Hasan dan pak Razak. Selain mengajarkan matematika, bahasa Indonesia
dan PPKN bu Nani juga selalu diutus kepala sekolah untuk mengikuti pelatihan
senam kesehatan jasmani. Beliau selalu mengajarkan kami senam tiap sore di
rumahnya. Beliau juga selalu mengantar kami untuk mengikuti lomba saat tujuh
belasan, seperti lomba gerak jalan dan lari karung juga tarik tambang. Sekarang
beliau masih mengajar di SD tercinta 143 Para-para yang sudah mencetak banyak
generasi berprestasi bahkan salah satunya sudah ada yang menjadi DirJen
Pariwisata di kabinet SBY.
(Pak Amir guru kelas 3 SD semester 1)
Guru yang memiliki nama lengkap
Dessiako M. Amir ini adalah salah satu guru yang memiliki selera seni yang amat
teramat tinggi. Sebagai wali kelas, beliau dikenal sangar oleh semua kakak
kelas tanpa terkecuali. Bahkan sayapun pernah dapat hukuman, yang amat berat
darinya. Beliau memukul betis saya yang luka hingga darahnya semakin deras
keluar, waktu itu memukul siswa merupakan hal biasa karena belum ada
undang-undang. Dan kami sebagai siswa juga tidak ada yang menaruh dendam karena
kami sadar itu adalah hukuman yang pantas untuk kesalahan kami, makanya di
angkatan saya semua begitu menghargai yang namanya guru. Sekarang pak Amir pun
sudah pensiun dan saat libur saya sering ketemu beliau karena rumahku
berdekatan dengan rumahnya.
Bu Nurlia (guru kelas 3 SD semester 2)
Beliau adalah guru pindahan dari
sekolah lain. Bu Nurlia juga dikenal sebagai guru yang sama sangarnya dengan
pak Amir. Kebisaaan beliau setiap mengajar adalah memakai kipas mungkin karena
kelas kami yang terlalu panas hingga kipas di tangannya tidak pernah lepas.
Saat les menjelang olimpiade saya selalu belajar di rumah beliau, dan beliau
sangat baik pada kami yang ikut les di rumahnya. Bahkan sebelum pulang beliau
selalu memberi kami bungkusan berupa makanan ringan. Sekarang bu Nurlia pun
telah pensiun dan saya tidak pernah lagi bertemu dengannya mungkin karena waktu
libur saya selalu keasikan di rumah.
Pak H.Suardi (guru kelas 4 SD)
Pak Suardi merupakan salah satu guru
yang memiliki ciri khas yaitu tegas dan dingin. Saya bukannya takut tapi malah
segan pada beliau, namun semua yang beliau sampaikan dengan cepat kami serap
karena tidak pernah ada yang main-main saat beliau menjelaskan. Sekarang pak
Suardi telah menjadi kepala sekolah di SD ku dulu. Saya tidak pernah lagi
bertemu beliau, dan saat saya ketemu saya akan mengucapkan terima kasih. Bukan
hanya pada pak Suardi tapi semua guruku.
Bu Asia (guru SD kelas 5)
Begitu banyak memori yang tersimpan
tentang beliau, mungkin karena di SD waktu lebih banyak kuhabiskan bersama
beliau. Beliau merupakan saudara dari bu Nurlia, bu Asia selalu memberiiku
bimbingan tiap sore di rumahnya, karena bimbingannya saya bisa mewakili
Bulukumba ke olimpiade tingkat propinsi. Beliau sudah seperti ibuku sendiri,
setiap kali saya mengikuti lomba beliau selalu mendampingi dan membawa telur
rebus dan susu untukku. Meskipun saya selalu menolak karena waktu kecil saya
tidak suka makan telur rebus tapi beliau bilang supaya saya bisa tambah
pintar.bu Asia adalah salah seorang guru yang sampai sekarang masih jelas di
ingatanku hampir tiap waktu yang kulalui bersamanya. Sekarang beliau juga sudah pensiun dan saya
pernah bertemu dengannya saat lebaran tahun lalu. Saya bercerita kepadanya
tentang jurusan yang saya jalani sekarang dan beliau selalu memotivasi saya,
tidak ada bedanya saat masih SD dulu.
Bu Hj.Rusnah (guru kelas 6 SD)
Beliau adalah guru kedua yang masih
segar di ingatanku seperti bu Asia. Beliau sangat perhatian padaku. Beliau juga
yang mengantarkanku saat lomba tingkat propinsi. Bu Rusnah merupakan istri dari
pak Suardi. Sepulang dari tanah suci, beliau memberi banyak ole-ole untuk saya
dan orang tuaku di rumah. Hal ini yang membuat teman-teman saya iri karena
menganggap wali kelas kami pilih kasih. Setelah perpisahan beliau memberi saya
foto angkatan kami bersama guru-guru, namun ada seorang teman yang selalu iri
padaku merebut foto itu sepulang sekolah. Sekarang bu Rusnah masih mengajar di
SD juga sebagai wali kelas 6.
Pak Wahab dan Pak Makkatang (guru
Agama)
Selain pak Razak, masih ada dua guru
agama lain yaitu pak wahab dan pak Makkatang. Beliau yang mengajarkan kami
menghafal surat-surat pendek. Selain itu beliau juga menceritakan pada kami
kisah para nabi yang membuat kami terkagum-kagum.
Pak Mallihungan (kepala sekolah)
Di awal telah saya katakana bahwa
sekolah bagaikan rumah untuk sebuah keluarga besar, kata-kata tersebut
diucapkan saat upacara oleh kepala sekolah (pak Mallihungan). Tiap hari beliau
selalu datang dengan motor Yamaha tempo dulunya dan senyuman yang khas selalu
dilemparkan pada siapa saja yang ditemuinya. Banyak petuah yang selalu
disampaikan oleh beliau saat upacara, salah satu yang paling segar di ingatan
saya adalah bagaimana Belanda membodohi Indonesia. “dulu karena nenek moyang
kita tidak pernah sekolah makanya gampang dibodohi oleh penjajah. Pertama kali
Belanda datang di tempat ini, mereka membawa selembar kulit sapi dan meminta
sebidang tanah seluas kulit sapi yang mereka bawa. Karena berpikir luas kulit
sapi itu tidak seberapa, maka nenek moyang kita dengan gampangnya mengiyakan.
Namun, apa yang Belanda itu lakukan? Mereka merobek-robek kulit sapi itu
sekecil mungkin hingga melingkari sebidang tanah yag luasnya berhektar-hektar.
Itu hanya salah satu kebodohan yang dilakukan nenek moyang kita. Makanya
sekolah setinggi mungkin sampai kalian bisa jadi orang besar dan semua orang
akan menghormatimu. Tapi ingat jangan lupa daratan”. Potongan pidato upacara
itu masih segar ingatanku, bahkan saat beliau meninggal saat saya duduk di
bangku kelas lima SD. Selamat jalan pak, semoga di sana kamu tersenyum melihat salah seorang
anak didikmu mengenangmu dengan cara ini. Amin. JJJ
Pak Bahtiar (kepala sekolah )
Setelah pak Mallihungan meninggal,
beliau digantikan oleh pak Bahtiar sebagai kepala sekolah baru. Pak Bahtiar
juga selalu mendukung tiap kali saya mengikuti lomba. Bahkan setelah tahu saya
akan lanjut di salah satu SMP unggulan di kota Makassar, beliau susah payah
mengurus ijazah saya secepatnya.
Pak Tajuddin (penjaga sekolah)
Pak Tajuddin yang akrab disapa pak
Taju bagaikan paman kami di rumah. Beliau selalu datang jauh sebelum kami
datang dan pulang saat kami semua telah pulang. Beliau yang memegang kunci
semua ruangan, memandu kami membersihkan sekolah dan membunyikan lonceng
sekolah. Saat jam istirahat pak Taju selalu menghibur kami dengan memberi kami
teka teki yang kocak dan membuat kami semua tertawa. Haha. Makasih pak (tertawa
bernostalgia sambil meneteskan air mata seakan ingin mengulang masa SD).
Sekarang pak Taju sudah pensiun, tiap libur saya selalu lewat depan rumah
beliau dan selalu menyapanya.
Pak Suddin(guru Ibtidaiyah)
Tak banyak yang bisa kuceritakan
karena saya Cuma ikut dua kali pertemuan. Itupun saya tidak tahu angin apa yang
membuatku datang, karena bagiku bermain di sore hari lebih asik daripada ikut
ibtidaiyah. Saat mengajar, beliau selalu menceritakan kisah nabi dan mengajari
kami membaca Al Quran dengan benar. Satu hal yang tidak bisa saya lupakan
adalah menjelang pulang beliau selalu membagikan kami alat tulis agar kami bisa
rajin ikut pelajarannya.
SD adalah sekolah pertama yang
memberiiku banyak pengalaman. Saya tidak pernah masuk TK tapi bagiku SD sudah
merangkap sebagai TK karena saya bisa bermain di sana, belajar menyanyi dan
menggambar. Terima kasih pak, Bu dan semuanya. Tanpa kalian saya tidak bisa
seperti sekarang ini. Meski diriku masih berstatus sebagai mahasiswa tapi saya
bangga bisa berprestasi, menjadi seorang asisten di salah satu kampus
terpandang. Tanpa kalian saya tidak punya semangat, saya tidak mungkin
bercita-cita setinggi langit, dan tidak mungkin percaya diri seperti sekarang.
Terima kasih. Selanjutnya guru SMP akan dibahas di posting berikutnya JJJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar