Sabtu, 25 Januari 2014

terima kasih guru


Pagi ini dengan ucapan bismillah saya mulai mengetik sebuah artikel yang sebelumnya pernah saya katakan bahwa artikel ini merupakan salah satu bentuk terima kasih saya terhadap guru-guru yang telah membimbing hingga saya bisa seperti sekarang ini.
Waktu SD dulu kepala sekolah saya pernah bilang saat upacara, katanya
sekolah itu bagaikan rumah untuk sebuah keluarga besar dimana kepala sekolah adalah kakek atau nenek dan guru adalah orang tua sedangkan siswa seperti kami adalah anak-anak mereka yang siap dibimbing.
Okelah, sambil mendengarkan lagu Hollywood favoritku mari saya ajak kalian ke tahun 1998 yaitu tahun pertama saya masuk sekolah.
Pak Hasanuddin (guru kelas 1 SD)
Beliau adalah guru yang pertama saya kenal, ya beliau adalah pak Hasanuddin yang akrab disapa pak Hasan. Beliau mengajarkan kami abjad dan angka. Salah satu keunikan pak Hasan adalah caranya menyampaikan yang tidak membuat kami seakan gugup dalam kelas. Beliau menyampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Mungkin karena beliau paham, masih banyak anak yang menggunakan bahasa daerah di rumanhnya. Saya teringat satu kalimat beliau saat hari pertama saya masuk sekolah, “Erly, usiamu baru masuk lima tahun, kamu masih kecil, sekolah dulu di TK atau pulang sama mamamu makan bacco (bakso) dan minum susu”. Semua teman di kelas tertawa begitu juga diriku yang waktu itu masih tidak paham apa maksud guruku. Tiap ulangan (ujian) pak Hasan selalu memberi soal yang sama setiap tahunnya. Soal yang masih saya ingat adalah mata pelajaran PPKN. “sebelum berangkat sekolah, seharusnya memakai baju yang….?”. dan jawabannya singkat yaitu “sudah di setrika”. Kalau saya pikir-pikir sekarang seharusnya waktu itu saya bisa punya banyak jawaban contohnya sudah dibeli , kan tidak mungkin kita memakai baju yang masih tergantung di toko. Hehe, namanya juga anak kecil yang masih polos. Sekarang pak Hasan sudah pensiun, sekali skali saya ketemu beliau dan bercerita tentang jurusan yang saya jalani sekarang.

Pak Razak (guru kelas 2 SD cawu 1)
Beliau adalah guru sejak saya naik ke kelas dua. Tidak jauh beda dengan pak Hasan, pak Razak menyampaikan pelajaran juga dengan dua bahasa. Tak banyak yang bisa kuceritakan soal beliau karena hanya satu cawu (empat bulan) menjadi wali kelas, setelah itu beliau mengajarkan mata pelajaran agama. Beliau mengajar kami gerakan shalat. Hal lucu yang pernah saya lakukan saat diajarkan gerakan shalat dimana setelah takbir saya melipat tangan di dada seolah orang kedinginan, hehe semua orang tertawa melihatku. Tapi setelah tahu gerakan shalat yang diajarkan saat itu saya rajin ke mesjid shalat berjamaah meski hanya berbekal al fatihah dan al ikhlas. Pak razak juga pernah mengantar saya untuk lomba cerdas cermat matematika, dengan setia beliau menunggu saya sampai lomba selesai dan saya meraih juara tiga. Dengan semangat beliau membawa saya kembali ke sekolah dan memberi tahu semua guru soal prestasi yang baru saya raih. Sekarang pak Razak juga sudah pensiun dan hidup nyaman karena semua anaknya sukses. Alhamdulillah.

Bu Nani (Guru kelas 2 SD cawu 2 dan 3)
Konon kata mama saya bu Nani adalah teman sekelasnya, dan beliau sangat beruntung bisa jadi guru dibandingkan teman-temannya yang lain. Bu Nani akrab memanggil saya dengan sebutan Lini bukan Erly. Bu Nani mengajar dengan menggunakan bahasa Indonesia full, beda dengan pak Hasan dan pak Razak. Selain mengajarkan matematika, bahasa Indonesia dan PPKN bu Nani juga selalu diutus kepala sekolah untuk mengikuti pelatihan senam kesehatan jasmani. Beliau selalu mengajarkan kami senam tiap sore di rumahnya. Beliau juga selalu mengantar kami untuk mengikuti lomba saat tujuh belasan, seperti lomba gerak jalan dan lari karung juga tarik tambang. Sekarang beliau masih mengajar di SD tercinta 143 Para-para yang sudah mencetak banyak generasi berprestasi bahkan salah satunya sudah ada yang menjadi DirJen Pariwisata di kabinet SBY.

(Pak Amir guru kelas 3 SD semester 1)
Guru yang memiliki nama lengkap Dessiako M. Amir ini adalah salah satu guru yang memiliki selera seni yang amat teramat tinggi. Sebagai wali kelas, beliau dikenal sangar oleh semua kakak kelas tanpa terkecuali. Bahkan sayapun pernah dapat hukuman, yang amat berat darinya. Beliau memukul betis saya yang luka hingga darahnya semakin deras keluar, waktu itu memukul siswa merupakan hal biasa karena belum ada undang-undang. Dan kami sebagai siswa juga tidak ada yang menaruh dendam karena kami sadar itu adalah hukuman yang pantas untuk kesalahan kami, makanya di angkatan saya semua begitu menghargai yang namanya guru. Sekarang pak Amir pun sudah pensiun dan saat libur saya sering ketemu beliau karena rumahku berdekatan dengan rumahnya.

Bu Nurlia (guru kelas 3 SD semester 2)
Beliau adalah guru pindahan dari sekolah lain. Bu Nurlia juga dikenal sebagai guru yang sama sangarnya dengan pak Amir. Kebisaaan beliau setiap mengajar adalah memakai kipas mungkin karena kelas kami yang terlalu panas hingga kipas di tangannya tidak pernah lepas. Saat les menjelang olimpiade saya selalu belajar di rumah beliau, dan beliau sangat baik pada kami yang ikut les di rumahnya. Bahkan sebelum pulang beliau selalu memberi kami bungkusan berupa makanan ringan. Sekarang bu Nurlia pun telah pensiun dan saya tidak pernah lagi bertemu dengannya mungkin karena waktu libur saya selalu keasikan di rumah.

Pak H.Suardi (guru kelas 4 SD)
Pak Suardi merupakan salah satu guru yang memiliki ciri khas yaitu tegas dan dingin. Saya bukannya takut tapi malah segan pada beliau, namun semua yang beliau sampaikan dengan cepat kami serap karena tidak pernah ada yang main-main saat beliau menjelaskan. Sekarang pak Suardi telah menjadi kepala sekolah di SD ku dulu. Saya tidak pernah lagi bertemu beliau, dan saat saya ketemu saya akan mengucapkan terima kasih. Bukan hanya pada pak Suardi tapi semua guruku.

Bu Asia (guru SD kelas 5)
Begitu banyak memori yang tersimpan tentang beliau, mungkin karena di SD waktu lebih banyak kuhabiskan bersama beliau. Beliau merupakan saudara dari bu Nurlia, bu Asia selalu memberiiku bimbingan tiap sore di rumahnya, karena bimbingannya saya bisa mewakili Bulukumba ke olimpiade tingkat propinsi. Beliau sudah seperti ibuku sendiri, setiap kali saya mengikuti lomba beliau selalu mendampingi dan membawa telur rebus dan susu untukku. Meskipun saya selalu menolak karena waktu kecil saya tidak suka makan telur rebus tapi beliau bilang supaya saya bisa tambah pintar.bu Asia adalah salah seorang guru yang sampai sekarang masih jelas di ingatanku hampir tiap waktu yang kulalui bersamanya.  Sekarang beliau juga sudah pensiun dan saya pernah bertemu dengannya saat lebaran tahun lalu. Saya bercerita kepadanya tentang jurusan yang saya jalani sekarang dan beliau selalu memotivasi saya, tidak ada bedanya saat masih SD dulu.

Bu Hj.Rusnah (guru kelas 6 SD)
Beliau adalah guru kedua yang masih segar di ingatanku seperti bu Asia. Beliau sangat perhatian padaku. Beliau juga yang mengantarkanku saat lomba tingkat propinsi. Bu Rusnah merupakan istri dari pak Suardi. Sepulang dari tanah suci, beliau memberi banyak ole-ole untuk saya dan orang tuaku di rumah. Hal ini yang membuat teman-teman saya iri karena menganggap wali kelas kami pilih kasih. Setelah perpisahan beliau memberi saya foto angkatan kami bersama guru-guru, namun ada seorang teman yang selalu iri padaku merebut foto itu sepulang sekolah. Sekarang bu Rusnah masih mengajar di SD juga sebagai wali kelas 6.


Pak Wahab dan Pak Makkatang (guru Agama)
Selain pak Razak, masih ada dua guru agama lain yaitu pak wahab dan pak Makkatang. Beliau yang mengajarkan kami menghafal surat-surat pendek. Selain itu beliau juga menceritakan pada kami kisah para nabi yang membuat kami terkagum-kagum.

Pak Mallihungan (kepala sekolah)
Di awal telah saya katakana bahwa sekolah bagaikan rumah untuk sebuah keluarga besar, kata-kata tersebut diucapkan saat upacara oleh kepala sekolah (pak Mallihungan). Tiap hari beliau selalu datang dengan motor Yamaha tempo dulunya dan senyuman yang khas selalu dilemparkan pada siapa saja yang ditemuinya. Banyak petuah yang selalu disampaikan oleh beliau saat upacara, salah satu yang paling segar di ingatan saya adalah bagaimana Belanda membodohi Indonesia. “dulu karena nenek moyang kita tidak pernah sekolah makanya gampang dibodohi oleh penjajah. Pertama kali Belanda datang di tempat ini, mereka membawa selembar kulit sapi dan meminta sebidang tanah seluas kulit sapi yang mereka bawa. Karena berpikir luas kulit sapi itu tidak seberapa, maka nenek moyang kita dengan gampangnya mengiyakan. Namun, apa yang Belanda itu lakukan? Mereka merobek-robek kulit sapi itu sekecil mungkin hingga melingkari sebidang tanah yag luasnya berhektar-hektar. Itu hanya salah satu kebodohan yang dilakukan nenek moyang kita. Makanya sekolah setinggi mungkin sampai kalian bisa jadi orang besar dan semua orang akan menghormatimu. Tapi ingat jangan lupa daratan”. Potongan pidato upacara itu masih segar ingatanku, bahkan saat beliau meninggal saat saya duduk di bangku kelas lima SD. Selamat jalan pak, semoga di  sana kamu tersenyum melihat salah seorang anak didikmu mengenangmu dengan cara ini. Amin. JJJ

Pak Bahtiar (kepala sekolah )
Setelah pak Mallihungan meninggal, beliau digantikan oleh pak Bahtiar sebagai kepala sekolah baru. Pak Bahtiar juga selalu mendukung tiap kali saya mengikuti lomba. Bahkan setelah tahu saya akan lanjut di salah satu SMP unggulan di kota Makassar, beliau susah payah mengurus ijazah saya secepatnya.

Pak Tajuddin (penjaga sekolah)
Pak Tajuddin yang akrab disapa pak Taju bagaikan paman kami di rumah. Beliau selalu datang jauh sebelum kami datang dan pulang saat kami semua telah pulang. Beliau yang memegang kunci semua ruangan, memandu kami membersihkan sekolah dan membunyikan lonceng sekolah. Saat jam istirahat pak Taju selalu menghibur kami dengan memberi kami teka teki yang kocak dan membuat kami semua tertawa. Haha. Makasih pak (tertawa bernostalgia sambil meneteskan air mata seakan ingin mengulang masa SD). Sekarang pak Taju sudah pensiun, tiap libur saya selalu lewat depan rumah beliau dan selalu menyapanya.

Pak Suddin(guru Ibtidaiyah)
Tak banyak yang bisa kuceritakan karena saya Cuma ikut dua kali pertemuan. Itupun saya tidak tahu angin apa yang membuatku datang, karena bagiku bermain di sore hari lebih asik daripada ikut ibtidaiyah. Saat mengajar, beliau selalu menceritakan kisah nabi dan mengajari kami membaca Al Quran dengan benar. Satu hal yang tidak bisa saya lupakan adalah menjelang pulang beliau selalu membagikan kami alat tulis agar kami bisa rajin ikut pelajarannya.

SD adalah sekolah pertama yang memberiiku banyak pengalaman. Saya tidak pernah masuk TK tapi bagiku SD sudah merangkap sebagai TK karena saya bisa bermain di sana, belajar menyanyi dan menggambar. Terima kasih pak, Bu dan semuanya. Tanpa kalian saya tidak bisa seperti sekarang ini. Meski diriku masih berstatus sebagai mahasiswa tapi saya bangga bisa berprestasi, menjadi seorang asisten di salah satu kampus terpandang. Tanpa kalian saya tidak punya semangat, saya tidak mungkin bercita-cita setinggi langit, dan tidak mungkin percaya diri seperti sekarang. Terima kasih. Selanjutnya guru SMP akan dibahas di posting berikutnya JJJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar