Ayah
adalah satu-satunya laki-laki yang kumiliki dalam hidupku. Beliaulah orang yang
mengumandangkan adzan di telinga ini saat pertama kali aku melihat dunia. Beliau
yang mengajariku berkendara, melukis, olahraga
dan semua hal-hal yang lumrah
untuk seorang ayah ajarkan pada anak gadisnya. Sejak kecil aku tidak bisa tidur
jika tidak ditemani ayah. Tak bisa kemana-mana jika tidak diantar olehnya. Bahkan
jika ingin berpisah beberapa bulan lamanya semenjak kuliah tangan ini selalu
memeluknya erat seolah itu adalah pelukan terakhir karena rasanya tak ingin
untuk berpisah dengannya. Perlahan waktu berjalan hingga akhirnya saya harus
betul-betul pergi merantau, kurasakan pelukan itu semakin hari semakin longgar,
badannya yang semakin lemah dan suara yang semakin parau karena kanker yang
menggorogoti hatinya. Hari itu aku berharap itu bukanlah pelukan terakhir untuk
ayahku. Namun sebagai manusia saya hanya bisa berencana dan Tuhan yang
menentukan. Aku pulang dan beruntung masih bisa melihatnya namun tak dapat lagi
memeluknya karena perutnya telah bengkak gara-gara penyakit itu. Beliau hanya
menggenggam tanganku dan berkata “jangan khawatir saya tidak apa-apa nanti
insya Allah akan sembuh. Obatku banyak”. Namun aku melihat air mata di pelupuk
matanya. Ayah kamu bohong, selama ini kamu selalu berbohong. Bahkan sakitmu
sudah separah ini kamu masih sempat menghibur diriku. Hingga beberapa hari
kemudian beliau tak lagi bisa bergerak, bicara, mendengar dan melihat. Beliau telah
menutup mata dan pergi untuk selamanya. Tak ada lagi sosok ayah yang menjadi
sandaranku selama ini, sosok ayah tempatku mengadu dan mendengarkan keluh
kesahku. Aku hanya bisa memeluk sekujur tubuh yang telah terbaring kaku, tak
berhenti kuciumi namun tak ada lagi kata yang keluar dari mulutnya untuk
menenangkanku. Aku ingin teriak namun apa daya itu hanya akan membuat arwahnya
tidak tenang di alam sana.
Kini
2 bulan lebih kepergiannya, tiap hari aku merindukan beliau membangunkanku dan
bertanya apa yang akan kulakukan, apa yang telah kulakukan hari ini, hal
menarik apa yang kutemui hari ini. Tak banyak orang yang tahu perasaanku karena
mereka tak tahu seberapa dekat aku dengan beliau dan seberapa baiknya beliau
sebagai seorang ayah. Aku hanya iri melihat gadis-gadis lain di sekitarku masih
bisa mengahabiskan waktu bersama ayahnya.
Ayah,
apa yang kau lakukan sekarang? Seperti apa rumahmu di sana? Apa kau masih
mengingatku? Apa kau merindukan anak nakalmu ini. Datanglah ayah walau hanya
dalam mimpi. Aku sungguh ingin memelukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar